Gramedia Solo Ternyata Luas

Andi Natanael
3 min readJun 17, 2024

--

Ini bukan pesan sponsor. Ini adalah bentuk kecintaanku terhadap salah satu toko buku terbesar yang ada di Indonesia. Ya, walaupun ada yang bilang kalau toko ini seperti “memonopoli” toko buku di Indonesia, tetapi memang secara kualitas dan kenyamanannya tidak bisa dipandang rendah. Ya, nama toko buku ini adalah Gramedia. Sebuah tempat dimana aku menemukan cinta: buku. Tempat dimana aku menemukan hal-hal baik yang tidak aku temukan ketika berinteraksi dengan sesama manusia. Dengan diiringi alunan musik instrumen saxophone khas dari Kenny G, menciptakan suasana tenang ketika memilih buku untuk dibawa pulang.

Papan Tulisan "Gramedia" (Dok. Pribadi)

Seperti biasa, dimana tempat yang aku kunjungi, aku akan berusaha untuk pergi ke Gramedia. Sama seperti ketika ke Solo. Walaupun tanpa wishlist tempat di Solo, Gramedia bisa jadi salah satunya. Gramedia Slamet Riyadi menjadi destinasiku ketika di Solo. Setelah pulang ibadah Minggu dan makan siang, aku kembali ke penginapan. Lumayan, aku rebahan dahulu sebelum melanjutkan perjalanan.

Dari penginapan ke Gramedia ditemput dalam waktu kurang dari 15 menit. Apalagi jalanan di Solo tidak terlalu macet seperti Jakarta. Aku memesan melalui aplikasi dan datanglah pengendara ojol ini. Di perjalanan, aku sembari melihat kiri-kanan dan terkagum-kagum dengan kota Solo. Tata kota yang rapi, jalanan yang tidak terlalu sempit, dan tidak banyak gedung tinggi menjadi hal yang aku garis bawahi. Ini juga jadi salah satu alasan aku ingin kembali kesana, entah untuk berlibur atau mungkin mencari penghidupan.

Sampailah aku di Gramedia Solo yang berada di kawasan Slamet Riyadi. Hal pertama yang aku kagumi adalah bentuk ornamen gedungnya. Dari luar, terlihat gedungnya besar dan cukup luas. Selain itu, bangunannya seperti mengedepankan ciri khas Jawa pada eksteriornya. Memang bagus, keren banget.

Tampak Depan Gramedia Slamet Riyadi, Solo (Dok. Pribadi)

Pintu masuknya, aku sejujurnya awalnya bingung. Untungnya ada orang lain juga yang datang kesana. Jadinya aku ikuti saja langkahnya. Untungnya juga ada petunjuk masuk ke dalam Gramedianya. Masuklah aku kesana. Ada satu hal yang aku ketahui dari Gramedia dan ini sudah seperti template Gramedia dimanapun (tentu yang terpisah dari mal): tempat jual buku di lantai dua. Ini aku juga tidak paham alasannya, tetapi aku yakin pasti ada alasan jelasnya. Ah, yang penting aku sudah menemukan tempat jual bukunya. Saatnya berkeliling.

Sebenarnya tidak ada keinginan untuk membeli buku. Namun kalau masuk ke Gramedia, minimal habis 100 ribu atau dua buku untuk dibawa sebagai oleh-oleh. Aku berkeliling, berkeliling, membaca sinopsis, mengintip buku yang terbuka, dan melihat orang pacaran. Iya, ada aja memang! Setidaknya mereka suka membaca buku atau mungkin baru mau belajar untuk baca buku, peningkatan literasi. Ya, walaupun suka iri sama orang yang pacaran, mereka bisa Gramedia date. Bisa kali kapan-kapan, ya?

Setelah berkeliling, aku mendapatkan dua buku. Tentu bukan buku yang masuk wishlist (memang tidak punya). Sebentar, aku cek riwayat pembelianku di MyValue. Ah, ternyata hanya ada riwayat uang yang keluar. Oke, aku ternyata masih hafal. Buku pertama yang aku beli adalah Ten Years Challenge karya Mutiarini. Aku tertarik karena sinopsisnya. Mungkin aku bisa buat review buku juga kali ya disini? Buku kedua yakni Kekristenan Di Era Pascamodern: Seks & Gender dari Sudut Pandang Injil yang ditulis oleh Jevon Gasali. Entah apa alasan aku membeli buku kedua ini, tetapi aku mau mendalami hal-hal yang berkaitan dengan kekristenan.

Tumpukkan Buku (Dok. Pribadi)

Setelah satu jam lebih sedikit (sepertinya), aku membayar ke kasir. Karena aku malas ambil uang tunai, jadinya aku membayarnya dengan cashless, dengan kartu debit lebih tepatnya. Setelah itu, aku keluar dari Gramedia dan mengambil beberapa foto gedung depan Gramedia Slamet Riyadi.

Sebelum pulang, aku iseng untuk sekadar berjalan sedikit. Namun karena sudah mulai gelap, aku kembali ke Gramedia dan memesan lagi ojol via aplikasi. Menyenangkan memang berjalan-jalan sendiri di tengah kota Solo. Kapan lagi ya ke Solo?

--

--