Pertama Kali ke HKBP Solo

Andi Natanael
6 min readJun 17, 2024

--

Sebagai seorang Kristen, beribadah di hari Minggu adalah sebuah bare minimum banget. Sebenarnya ada juga orang-orang yang menganggap bahwa ibadah di gereja tidak wajib. Namun aku tidak mau menyenggol kesana, cukup aku bawa dalam doa saja agar mereka bisa beribadah dan bersekutu di gereja. Aku bukan mau bahas itu, tetapi bercerita bagaimana pertama kali beribadah di tempat yang pertama kali aku singgahi dan hanya bermodalkan satu teman saja.

Tulisan HKBP Solo (Dok. Pribadi)

Karena aku terlahir sebagai seorang Kristen dan dari suku Batak, sepertinya sudah terbentuk sebuah template yang akan dijalani: hidup dan menghidupi HKBP. Maksudnya? Iya, karena HKBP adalah gereja yang basisnya kesukuan dan huruf “B” disana adalah Batak, jadinya aku “berdomisili” disana. Aku hidup dari HKBP. Mulai dari kelahiran, dibaptis, peneguhan sidi, dan nanti menikah dan meninggal pun akan tercatat di HKBP. Bisa dibilang, aku memang punya fondasi yang kuat untuk tetap menjadi jemaat HKBP dari kedua orangtuaku. Menghidupi HKBP yang aku maksud adalah membantu apa yang aku bisa untuk membuat gereja ini semakin berkembang. Bukan hanya dari segi bangunan atau kekayaan, tetapi memiliki persekutuan yang kuat, punya keutuhan dan keteguhan dengan Tuhan Yesus Kristus, dan hal-hal yang membangun baik secara jasmani dan rohani. Bisa dikatakan kalau banyak kehidupanku dipengaruhi oleh pilihanku untuk beribadah di HKBP. Begitu juga ketika aku ke Solo, gereja yang aku tuju untuk ibadah Minggu adalah HKBP Solo.

Pengalaman pertama mengunjungi HKBP Solo sangat berkesan. Bersama dengan teman satu gereja ketika di Jakarta dan dia memang berpelayanan juga di HKBP Solo sebagai pemain musik. Anaknya memang berbakat di musik, sama seperti adikku. Jadi, dia cukup tau banyak tentang gereja ini. Bahkan beberapa sudut ruangan di HKBP Solo juga dia tau. Mulai dari ruangan khusus Sekolah Minggu, kontur bangunan disana yang cenderung menurun, lahan parkir yang selalu sulit didapat ketika masa-masa hari besar seperti Malam Natal atau Paskah, dan lainnya. Aku cukup banyak mendapat informasi mengenai HKBP Solo darinya.

Intinya Foto Kami Berdua (Dok. Pribadi)

Kalau dilihat dari luar, memang tidak terlalu besar. Pola bangunannya lebih memanjang ke belakang untuk lahannya. Untuk gereja utamanya mungkin bisa mencakup sekitar 200 orang dengan dua lantai. Kebetulan ketika itu aku duduk paling belakang, jadi bisa melihat lebih luas bagaimana gereja ini berdiri dengan kokoh. Altar yang cukup untuk para pelayan Tuhan memberikan alunan puji-pujian dan memandu jalannya ibadah terlihat menenangkan. Di sisi depan kiri dan kanan terdapat space yang diisi oleh pemusik dan petugas kolektan (persembahan) serta pelayan yang bertugas. Kursi yang diduduki seperti kursi kayu kokoh yang memanjang dan muat hingga 5 orang (baiknya 4 orang saja cukup). Tidak ada tiang-tiang ataupun hal yang membatasi pandangan dari belakang hingga ke altar seperti gereja-gereja pada umumnya. Fokus beribadah juga terjaga karena bisa langsung memandang ke altar.

Aku mengikuti ibadah pada pukul 9.30 pagi. Dan kebetulan untuk ibadah di jam itu menggunakan bahasa Batak. Dengan segala keterbatasanku dalam berbahasa Batak, aku mengikuti ibadah tersebut dengan hikmat, tentu meminta pertolongan Tuhan agar aku mengerti dengan bahasanya. Memang bisa dikatakan ada hal yang menarik jika beribadah berbahasa Batak. Aku mengerti dan bisa mengikutinya, tetapi ketika sudah selesai beribadah dan saling berbicara seperti biasa dengan bahasa Batak, aku tidak bisa mengertinya sebaik ketika di ibadah. Itulah kehebatan-Nya, suka di luar nalar manusia.

Satu lagi, kebetulan memang sedang ada dua “hal” penting yang terjadi sekaligus disana: Parheheon Sekolah Minggu dan Remaja serta ada kunjungan jemaat dari Jakarta, tepatnya dari HKBP Sudirman. Aku rasa, aku datang di waktu yang tepat. Bisa beribadah di HKBP Solo dan melihat bentuk pelayanan berupa paduan suara yang indah dari HKBP Sudirman dan puji-pujian yang dibawakan anak-anak Sekolah Minggu dan Remaja HKBP Solo. Wah, benar-benar cara-Nya Tuhan untuk membuat anak-anak-Nya bahagia ternyata sesederhana itu.

Dari Jauh Vocal Group dari SKM dan Remaja (Dok. Pribadi)

Ibadah diawali dengan prosesi masuk dari anak-anak yang bersiap untuk bernyanyi di depan jemaat. Sebelum mereka bernyanyi, ada iring-iringan prosesi yang disertai dengan tarian Tor-tor oleh anak Remaja disana. Mereka tampil cantik dan sesuai dengan umurnya, serta menari dengan indah. Setelah prosesi, mulailah mereka bernyanyi dengan indah dan menyenangkanku juga. Benar-benar aku dibuat kagum oleh keindahan karya-Nya melalui mereka. Setelah itu, ibadah dimulai.

Di tengah-tengah ibadah, diselipkan tempat untuk mempersembahkan puji-pujian. Nah, disini ada lagi hal yang membuat aku tergugah. Paduan suara dari HKBP Sudirman terdengar indah di telingaku. Mereka membawakan dua lagu. Jujur aku lupa judulnya apa. Intinya lagu yang pertama bukan berbahasa Indonesia, yang kedua baru berbahasa Indonesia. Aku yakin mereka telah berlatih sedemikan rupa sehingga menghasilkan paduan suara yang indah. Setelah itu, majulah kembali anak-anak Sekolah Minggu dan Remaja dari HKBP Solo untuk persembahan pujian. Ketika mereka bernyanyi, ada bagian yang membuat aku kagum: seorang anak yang secara “tiba-tiba” bernyanyi sendiri di tengah lagu. Ini memang konsepnya seperti itu, aku yakin. Suaranya indah dan bagus. Aku mendengarnya sangat senang karena lagi-lagi talenta yang diberikan Tuhan, diberikan juga untuk kemulian-Nya.

Dari Jauh Paduan Suara dari HKBP Sudirman (Dok. Pribadi)

Setelah persembahan puji-pujian dan pengumpulan kolekte pertama, masuklah sesi khotbah yang disampaikan oleh pendeta yang sekaligus pimpinan jemaat disana. Inti khotbah yang disampaikan adalah tetap percaya walaupun tidak melihat. Ini aku kutip dari ayat Alkitab yang menjadi bahan renungan, dari 2 Korintus 5:7.

‭2 Korintus 5:7 – sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat –

Pendeta yang menyampaikan khotbah menurutku baik dalam penyampaiannya. Ada terdapat slide-slide seperti presentasi di layar yang juga berfungsi untuk menampilkan lirik lagu dan warta jemaat, seperti buletin mingguan mengenai aktivitas dan informasi mengenai gereja dan jemaat. Aku juga punya catatan mengenai apa yang disampaikan oleh pendeta dengan poin-poin yang aku dapat. Memang aku mulai rutin untuk mencatat beberapa poin yang aku dapat ketika khotbah di ibadah Minggu.

Setelah khotbah, ibadah dilanjutkan dengan persembahan kedua dan doa penutup. Kemudian acara dilanjutkan dengan berbagai pertunjukkan yang dibawakan oleh anak-anak Sekolah Minggu dan Remaja. Tentu yang ditunggu adalah sesi manortor. Seperti layaknya sebuah acara adat, para orang dewasa menyisihkan uangnya untuk ditukar dalam pecahan kecil dan diberikan kepada yang menari ini. Bisa dibilang seperti saweran, tetapi ini konteksnya positif, kok. Uang yang diberikan juga untuk membantu pembangunan disana, khususnya untuk bagian Sekolah Minggu dan Remaja. Oh iya, aku juga mendapat segelas teh manis yang diambilkan oleh temanku. Lumayan untuk menahan lapar karena acaranya berlangsung ketika mendekati makan siang.

Diri Sendiri Tanpa Senyum di Depan Gereja (Dok. Pribadi)

Setelah rangkaian itu selesai, acara dilanjutkan di ruangan tersendiri. Oh iya, kunjungan dari HKBP Sudirman juga dilanjutkan dengan acara ramah tamah, tetapi di ruangan serbaguna. Karena aku tidak berperan di kedua acara tersebut, aku mengajak temanku untuk pulang dan mencari makan siang. Sebelum itu, aku tidak lupa untuk berforo di depan gereja dengan ada tulisan “HKBP Solo”. Sebuah pengalaman yang menyenangkan bisa beribadah di Solo. Ada pesan sponsor dari mama mengenai hal ini: dimanapun kamu berada, tetap cari HKBP untuk beribadahnya!

--

--